Peristiwa Bandung Lautan Api
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/mariahardayanto/mohammad-toha-pahlawan-bandung-lautan-api_551905eaa33311bc13b65946
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/mariahardayanto/mohammad-toha-pahlawan-bandung-lautan-api_551905eaa33311bc13b65946
terjadi karena pasukan Inggris mulai memasuki kota Bandung sejak
pertengahan bulan Oktober 1945. Di
Bandung, pasukan Inggris dan NICA melakukan teror terhadap rakyat sehingga
mengakibatkan terjadinya pertempuran.
Menjelang bulan November 1945, pasukan NICA semakin merajalela di Bandung. Setelah masuknya tentara Inggris
yang berasal dari satuan NICA memanfaatkannya untuk mengembalikan kekuasaannya atas kota Bandung. Hal ini
menyebabkan semangat juang rakyat dan para pemuda yang tergabung dalam TKR dan
badan-badan perjuangan lainnya semakin berkobar.

Pertempuran besar dan kecil terus berlangsung di Bandung.
Malapetaka lain juga terjadi di Bandung, yaitu dengan jebolnya bendungan Sungai
Cikapundung yang menimbulkan bencana banjir besar di kota Bandung. Peristiwa itu
terjadi pada malam hari tanggal 25 November 1945. Pada saat itu kota Bandung
dibagi menjadi dua, yaitu pasukan Sekutu menduduki daerah Bandung Utara dan
Bandung Selatan menjadi daerah Republik Indonesia. Jebolnya tanggul sungai itu
dikaitkan dengan aksi teror yang dilakukan oleh NICA sehingga menimbulkan
amarah rakyat dan mereka melakukan aksi pembalasan.
Sesuai dengan kebijakan politik diplomasi, pihak Republik
Indonesia mengosongkan daerah Bandung Utara. Namun, karena Sekutu menuntut pengosongan
sejauh sebelas kilometer dari Bandung Selatan, akibatnya meletus pertempuran
dan aksi bumi hangus di segenap penjuru kota. Kota Bandung terbakar hebat dari
batas timur Cicadas sampai dengan batas barat Andir. Satu juta jiwa penduduk
kota Bandung menyingkir ke luar kota. Pada tanggal 23 dan 24 Maret 1946 mereka
meninggalkan kota Bandung yang telah menjadi lautan api. Peristiwa itu
diabadikan dalam lagu Halo-Halo Bandung. Tokoh pejuang dalam pertempuran
Bandung itu, di antaranya: Aruji Kertawinata, Sutoko, Nawawi Alib, Kolonel
Hidayat, Oto Iskandardinata, dan Kolonel A.H. Nasution (Panglima Divisi Jawa
Barat).
Pahlawan Bandung Selatan
Sementara itu, benteng NICA yang terletak di Dayeuh
Kolot, Bandung Selatan dikepung oleh para pejuang Bandung sebagai taktik
menghancurkan daerah itu. Dalam pertempuran itu, seorang pemuda yang bernama
Toha siap berjibaku untuk menghancurkan gudang mesiu dengan membawa alat
peledak. Toha menyelundup dan meledakkan diri sehingga hancurlah gudang mesiu
milik NICA. Toha gugur dalam menjalankan
tugasnya untuk bangsa dan Negara. Peristiwa tersebut difilmkan dengan judul
Toha Pahlawan Bandung Selatan. Sebagai peringatan kejadian ini juga telah dibangun tugu
Bandung lautan api.
Sumber → http://jagosejarah.blogspot.co.id/2014/09/bandung-lautan-api.html
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/mariahardayanto/mohammad-toha-pahlawan-bandung-lautan-api_551905eaa33311bc13b65946
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/mariahardayanto/mohammad-toha-pahlawan-bandung-lautan-api_551905eaa33311bc13b65946
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/mariahardayanto/mohammad-toha-pahlawan-bandung-lautan-api_551905eaa33311bc13b65946
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/mariahardayanto/mohammad-toha-pahlawan-bandung-lautan-api_551905eaa33311bc13b65946ss
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/mariahardayanto/mohammad-toha-pahlawan-bandung-lautan-api_551905eaa33311bc13b65946
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/mariahardayanto/mohammad-toha-pahlawan-bandung-lautan-api_551905eaa33311bc13b65946
“Pahlawan adalah mereka
yang telah melampaui dirinya, mau bekerja untuk kebesaran bangsanya
dan bekerja keras untuk orang lain” (Anhar Gonggong – Sejarawan
Universitas Indonesia) Setiap tanggal 24 Maret masyarakat kota Bandung
memperingati Bandung Lautan api dalam bentuk napak tilas dari satu titik
yang ditentukan panitia, menuju Bandung Selatan dan masuk kembali ke
pusat kota Bandung. Sewaktu kuliah beberapa kali penulis mengikuti even
ini, dan diteruskan oleh anak-anak karena mereka mendapat tugas dari
gurunya. Tetapi kami (penulis dan anak-anak) tidak pernah mampu
menyelesaikan target long march. Gugur dan naik angkutan umum pulang ke
rumah ^_^ Berat memang perjalanan yang harus ditempuh. Terbayang di
tahun 1946 penduduk Bandung harus berjalan keluar Bandung karena kota
Bandung di bumihanguskan. Berjalan dalam gulita dengan bekal seadanya,
ketakutan karena bunyi ledakan serta kebakaran yang menimbulkan suasana
mencekam. Semuanya berawal dari ultimatum tentara sekutu untuk
mengosongkan kota Bandung Selatan sesudah mereka merebut Bandung Utara.
Tujuannya untuk dijadikan markas strategis militer. Keputusan diambil
Kolonel Abdoel Haris Nasoetion selaku Komandan Divisi III Tentara
Republik Indonesia (TRI) melalui musyawarah Madjelis Persatoean
Perdjoeangan Priangan (MP3) untuk mengosongkan kota Bandung pada tanggal
24 Maret 1946, TRI dan pejuang lainnya enggan menyerahkan kota Bandung
secara utuh. Karena itu setelah mengungsikan penduduk, mereka membakar
kota Bandung. Sehingga dimana-mana asap hitam mengepul membumbung tinggi
ke udara mengiringi rombongan besar penduduk Bandung yang mengalir
panjang meninggalkan kota Bandung. Puncaknya adalah pembakaran yang
mengakibatkan ledakan besar di gudang amunisi milik tentara Sekutu yang
dilakukan Mohammad Toha dan Mohammad Ramdan, dua anggota milisi barisan
Rakyat Indonesia (BRI). Tugas yang berhasil dieksekusi dengan baik oleh
Mohammad Toha sekaligus menyebabkan dirinya dan Mohammad Ramdan
meninggal dalam ledakan dan kebakaran gudang tersebut. Ketika api
membumbung tinggi sejak pukul 21.00 Bandung Selatan telah kosong dari
penduduk dan TRI. Bandungpun menjadi lautan api. Suatu strategi jitu
karena kekuatan TRI dan rakyat tidak sebanding dengan pihak Sekutu dan
Nica yang berjumlah besar. Sekian puluh tahun berselang, setiap tahun
penduduk Bandung selalu memperingati peristiwa tersebut. Peristiwa
ketika Bandung menjadi Lautan Api dan menorehkan satu nama yang amat
berjasa karena tindakan heroiknya mampu meledakkan pusat amunisi tentara
Sekutu. Nama itu, Mohammad Toha hingga kini menjadi perdebatan dan
pengajuannya sebagai pahlawan nasional ditolak Badan Pembina pahlawan
Pusat dengan alasan perjuangannya bersifat sumir dan data perjuangannya
kurang jelas. Lahir pada tahun 1927 di jalan Banceuy Suniaraja kota
Bandung, dari suami istri Suganda dan Nariah yang berasal dari
Kedunghalang, Bogor. Mohammad Toha kecil menjadi piatu karena ayahnya
meninggal dunia pada tahun 1929. Ibunya menikah lagi dengan Sugandi,
adik ayahnya (pamannya) untuk kemudian bercerai dan menitipkan Mohammad
Toha pada asuhan kedua kakek neneknya, Jahiri dan Oneng. Mohammad Toha
mulai menginjak bangku di Sekolah Rakyat pada usia 7 tahun dan terpaksa
keluar pada kelas 4. Karir keprajuritan dimulai ketika zaman Jepang
Mohammad Toha memasuki Seinendan. Sehari-hari Toha juga membantu
kakeknya di Biro Sunda, kemudian bekerja di bengkel motor di
Cikudapateuh. Selanjutnya Toha belajar menjadi montir mobil dan bekerja
di bengkel kendaraan militer Jepang sehingga ia mampu berbahasa Jepang.
Sesudah kemerdekaan, Mohamad Toha bergabung dengan Barisan Rakyat
Indonesia (BRI) yang dipimpin oleh Ben Alamsyah, paman Toha. BRI
kemudian bergabung dengan Barisan Pelopor pimpinan Anwar Sutan Pamuncak
dan berubah nama menjadi Barisan Banteng Republik Indonesia (BBRI).
Mohammad Toha duduk sebagai Komandan Seksi 1 Bagian Penggempur di BBRI.
Menurut paman Toha, Ben Alamsyah, beberapa kerabat, serta Komandannya di
BBRI : “Mohammad Toha seorang yang cerdas, patuh pada orang tua,
memiliki disiplin tinggi dan berhubungan baik dengan rekan-rekannya.
Setiap peserta napak tilas Bandung Lautan Api bisa melihat monumen
berupa patung dada Mohammad Toha di daerah Dayeuhkolot dimana terdapat
kolam yang semula merupakan lubang bekas ledakan. Selain itu juga
terdapat monumen menjulang tinggi berbentuk lidah-lidah api dengan
tentara terperangkap dalam kobarannya. Mohammad Toha mendapat
penghargaan Bintang Mahaputra Pratama atas jasanya. Aksi heroiknya
memang seharusnya tidak terlepas dari peringatan Bandung Lautan Api.
Seperti halnya lagu Hallo Hallo Bandung yang senantiasa dilantunkan
sebagai lagu mars peserta napak tilas mengenang eksekusi besar-besaran
penduduk keluar Bandung. Tapi bukan pamrih yang diharapkan seorang
pejuang. Dia mengerjakan sebagai suatu kebenaran bagi kebesaran bangsa.
Kriteria kepahlawanan boleh ditentukan Anhar Gonggong yaitu manusia
yang telah melampaui dirinya dan bekerja untuk bangsanya. Tetapi
Mohammad Toha sebagai manusia yang berdedikasi tinggi bagi bangsa dan
Negara, sebagai bagian dari bangsa yang enggan menyerah pada kekuatan
asing maka walau nyawa menjadi taruhannya maka dia tidak akan surut.
Bukan demi selembar penghargaan tapi demi martabat bangsa. **Maria
Hardayanto**
Sumber :
Pahlawan Sunda
Mohammad Toha
Bandung Lautan Api
sumber foto : wikipedia dan komunitas Aleut
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/mariahardayanto/mohammad-toha-pahlawan-bandung-lautan-api_551905eaa33311bc13b65946
“Pahlawan adalah mereka
yang telah melampaui dirinya, mau bekerja untuk kebesaran bangsanya
dan bekerja keras untuk orang lain” (Anhar Gonggong – Sejarawan
Universitas Indonesia) Setiap tanggal 24 Maret masyarakat kota Bandung
memperingati Bandung Lautan api dalam bentuk napak tilas dari satu titik
yang ditentukan panitia, menuju Bandung Selatan dan masuk kembali ke
pusat kota Bandung. Sewaktu kuliah beberapa kali penulis mengikuti even
ini, dan diteruskan oleh anak-anak karena mereka mendapat tugas dari
gurunya. Tetapi kami (penulis dan anak-anak) tidak pernah mampu
menyelesaikan target long march. Gugur dan naik angkutan umum pulang ke
rumah ^_^ Berat memang perjalanan yang harus ditempuh. Terbayang di
tahun 1946 penduduk Bandung harus berjalan keluar Bandung karena kota
Bandung di bumihanguskan. Berjalan dalam gulita dengan bekal seadanya,
ketakutan karena bunyi ledakan serta kebakaran yang menimbulkan suasana
mencekam. Semuanya berawal dari ultimatum tentara sekutu untuk
mengosongkan kota Bandung Selatan sesudah mereka merebut Bandung Utara.
Tujuannya untuk dijadikan markas strategis militer. Keputusan diambil
Kolonel Abdoel Haris Nasoetion selaku Komandan Divisi III Tentara
Republik Indonesia (TRI) melalui musyawarah Madjelis Persatoean
Perdjoeangan Priangan (MP3) untuk mengosongkan kota Bandung pada tanggal
24 Maret 1946, TRI dan pejuang lainnya enggan menyerahkan kota Bandung
secara utuh. Karena itu setelah mengungsikan penduduk, mereka membakar
kota Bandung. Sehingga dimana-mana asap hitam mengepul membumbung tinggi
ke udara mengiringi rombongan besar penduduk Bandung yang mengalir
panjang meninggalkan kota Bandung. Puncaknya adalah pembakaran yang
mengakibatkan ledakan besar di gudang amunisi milik tentara Sekutu yang
dilakukan Mohammad Toha dan Mohammad Ramdan, dua anggota milisi barisan
Rakyat Indonesia (BRI). Tugas yang berhasil dieksekusi dengan baik oleh
Mohammad Toha sekaligus menyebabkan dirinya dan Mohammad Ramdan
meninggal dalam ledakan dan kebakaran gudang tersebut. Ketika api
membumbung tinggi sejak pukul 21.00 Bandung Selatan telah kosong dari
penduduk dan TRI. Bandungpun menjadi lautan api. Suatu strategi jitu
karena kekuatan TRI dan rakyat tidak sebanding dengan pihak Sekutu dan
Nica yang berjumlah besar. Sekian puluh tahun berselang, setiap tahun
penduduk Bandung selalu memperingati peristiwa tersebut. Peristiwa
ketika Bandung menjadi Lautan Api dan menorehkan satu nama yang amat
berjasa karena tindakan heroiknya mampu meledakkan pusat amunisi tentara
Sekutu. Nama itu, Mohammad Toha hingga kini menjadi perdebatan dan
pengajuannya sebagai pahlawan nasional ditolak Badan Pembina pahlawan
Pusat dengan alasan perjuangannya bersifat sumir dan data perjuangannya
kurang jelas. Lahir pada tahun 1927 di jalan Banceuy Suniaraja kota
Bandung, dari suami istri Suganda dan Nariah yang berasal dari
Kedunghalang, Bogor. Mohammad Toha kecil menjadi piatu karena ayahnya
meninggal dunia pada tahun 1929. Ibunya menikah lagi dengan Sugandi,
adik ayahnya (pamannya) untuk kemudian bercerai dan menitipkan Mohammad
Toha pada asuhan kedua kakek neneknya, Jahiri dan Oneng. Mohammad Toha
mulai menginjak bangku di Sekolah Rakyat pada usia 7 tahun dan terpaksa
keluar pada kelas 4. Karir keprajuritan dimulai ketika zaman Jepang
Mohammad Toha memasuki Seinendan. Sehari-hari Toha juga membantu
kakeknya di Biro Sunda, kemudian bekerja di bengkel motor di
Cikudapateuh. Selanjutnya Toha belajar menjadi montir mobil dan bekerja
di bengkel kendaraan militer Jepang sehingga ia mampu berbahasa Jepang.
Sesudah kemerdekaan, Mohamad Toha bergabung dengan Barisan Rakyat
Indonesia (BRI) yang dipimpin oleh Ben Alamsyah, paman Toha. BRI
kemudian bergabung dengan Barisan Pelopor pimpinan Anwar Sutan Pamuncak
dan berubah nama menjadi Barisan Banteng Republik Indonesia (BBRI).
Mohammad Toha duduk sebagai Komandan Seksi 1 Bagian Penggempur di BBRI.
Menurut paman Toha, Ben Alamsyah, beberapa kerabat, serta Komandannya di
BBRI : “Mohammad Toha seorang yang cerdas, patuh pada orang tua,
memiliki disiplin tinggi dan berhubungan baik dengan rekan-rekannya.
Setiap peserta napak tilas Bandung Lautan Api bisa melihat monumen
berupa patung dada Mohammad Toha di daerah Dayeuhkolot dimana terdapat
kolam yang semula merupakan lubang bekas ledakan. Selain itu juga
terdapat monumen menjulang tinggi berbentuk lidah-lidah api dengan
tentara terperangkap dalam kobarannya. Mohammad Toha mendapat
penghargaan Bintang Mahaputra Pratama atas jasanya. Aksi heroiknya
memang seharusnya tidak terlepas dari peringatan Bandung Lautan Api.
Seperti halnya lagu Hallo Hallo Bandung yang senantiasa dilantunkan
sebagai lagu mars peserta napak tilas mengenang eksekusi besar-besaran
penduduk keluar Bandung. Tapi bukan pamrih yang diharapkan seorang
pejuang. Dia mengerjakan sebagai suatu kebenaran bagi kebesaran bangsa.
Kriteria kepahlawanan boleh ditentukan Anhar Gonggong yaitu manusia
yang telah melampaui dirinya dan bekerja untuk bangsanya. Tetapi
Mohammad Toha sebagai manusia yang berdedikasi tinggi bagi bangsa dan
Negara, sebagai bagian dari bangsa yang enggan menyerah pada kekuatan
asing maka walau nyawa menjadi taruhannya maka dia tidak akan surut.
Bukan demi selembar penghargaan tapi demi martabat bangsa. **Maria
Hardayanto**
Sumber :
Pahlawan Sunda
Mohammad Toha
Bandung Lautan Api
sumber foto : wikipedia dan komunitas Aleut
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/mariahardayanto/mohammad-toha-pahlawan-bandung-lautan-api_551905eaa33311bc13b65946
“Pahlawan adalah mereka
yang telah melampaui dirinya, mau bekerja untuk kebesaran bangsanya
dan bekerja keras untuk orang lain” (Anhar Gonggong – Sejarawan
Universitas Indonesia) Setiap tanggal 24 Maret masyarakat kota Bandung
memperingati Bandung Lautan api dalam bentuk napak tilas dari satu titik
yang ditentukan panitia, menuju Bandung Selatan dan masuk kembali ke
pusat kota Bandung. Sewaktu kuliah beberapa kali penulis mengikuti even
ini, dan diteruskan oleh anak-anak karena mereka mendapat tugas dari
gurunya. Tetapi kami (penulis dan anak-anak) tidak pernah mampu
menyelesaikan target long march. Gugur dan naik angkutan umum pulang ke
rumah ^_^ Berat memang perjalanan yang harus ditempuh. Terbayang di
tahun 1946 penduduk Bandung harus berjalan keluar Bandung karena kota
Bandung di bumihanguskan. Berjalan dalam gulita dengan bekal seadanya,
ketakutan karena bunyi ledakan serta kebakaran yang menimbulkan suasana
mencekam. Semuanya berawal dari ultimatum tentara sekutu untuk
mengosongkan kota Bandung Selatan sesudah mereka merebut Bandung Utara.
Tujuannya untuk dijadikan markas strategis militer. Keputusan diambil
Kolonel Abdoel Haris Nasoetion selaku Komandan Divisi III Tentara
Republik Indonesia (TRI) melalui musyawarah Madjelis Persatoean
Perdjoeangan Priangan (MP3) untuk mengosongkan kota Bandung pada tanggal
24 Maret 1946, TRI dan pejuang lainnya enggan menyerahkan kota Bandung
secara utuh. Karena itu setelah mengungsikan penduduk, mereka membakar
kota Bandung. Sehingga dimana-mana asap hitam mengepul membumbung tinggi
ke udara mengiringi rombongan besar penduduk Bandung yang mengalir
panjang meninggalkan kota Bandung. Puncaknya adalah pembakaran yang
mengakibatkan ledakan besar di gudang amunisi milik tentara Sekutu yang
dilakukan Mohammad Toha dan Mohammad Ramdan, dua anggota milisi barisan
Rakyat Indonesia (BRI). Tugas yang berhasil dieksekusi dengan baik oleh
Mohammad Toha sekaligus menyebabkan dirinya dan Mohammad Ramdan
meninggal dalam ledakan dan kebakaran gudang tersebut. Ketika api
membumbung tinggi sejak pukul 21.00 Bandung Selatan telah kosong dari
penduduk dan TRI. Bandungpun menjadi lautan api. Suatu strategi jitu
karena kekuatan TRI dan rakyat tidak sebanding dengan pihak Sekutu dan
Nica yang berjumlah besar. Sekian puluh tahun berselang, setiap tahun
penduduk Bandung selalu memperingati peristiwa tersebut. Peristiwa
ketika Bandung menjadi Lautan Api dan menorehkan satu nama yang amat
berjasa karena tindakan heroiknya mampu meledakkan pusat amunisi tentara
Sekutu. Nama itu, Mohammad Toha hingga kini menjadi perdebatan dan
pengajuannya sebagai pahlawan nasional ditolak Badan Pembina pahlawan
Pusat dengan alasan perjuangannya bersifat sumir dan data perjuangannya
kurang jelas. Lahir pada tahun 1927 di jalan Banceuy Suniaraja kota
Bandung, dari suami istri Suganda dan Nariah yang berasal dari
Kedunghalang, Bogor. Mohammad Toha kecil menjadi piatu karena ayahnya
meninggal dunia pada tahun 1929. Ibunya menikah lagi dengan Sugandi,
adik ayahnya (pamannya) untuk kemudian bercerai dan menitipkan Mohammad
Toha pada asuhan kedua kakek neneknya, Jahiri dan Oneng. Mohammad Toha
mulai menginjak bangku di Sekolah Rakyat pada usia 7 tahun dan terpaksa
keluar pada kelas 4. Karir keprajuritan dimulai ketika zaman Jepang
Mohammad Toha memasuki Seinendan. Sehari-hari Toha juga membantu
kakeknya di Biro Sunda, kemudian bekerja di bengkel motor di
Cikudapateuh. Selanjutnya Toha belajar menjadi montir mobil dan bekerja
di bengkel kendaraan militer Jepang sehingga ia mampu berbahasa Jepang.
Sesudah kemerdekaan, Mohamad Toha bergabung dengan Barisan Rakyat
Indonesia (BRI) yang dipimpin oleh Ben Alamsyah, paman Toha. BRI
kemudian bergabung dengan Barisan Pelopor pimpinan Anwar Sutan Pamuncak
dan berubah nama menjadi Barisan Banteng Republik Indonesia (BBRI).
Mohammad Toha duduk sebagai Komandan Seksi 1 Bagian Penggempur di BBRI.
Menurut paman Toha, Ben Alamsyah, beberapa kerabat, serta Komandannya di
BBRI : “Mohammad Toha seorang yang cerdas, patuh pada orang tua,
memiliki disiplin tinggi dan berhubungan baik dengan rekan-rekannya.
Setiap peserta napak tilas Bandung Lautan Api bisa melihat monumen
berupa patung dada Mohammad Toha di daerah Dayeuhkolot dimana terdapat
kolam yang semula merupakan lubang bekas ledakan. Selain itu juga
terdapat monumen menjulang tinggi berbentuk lidah-lidah api dengan
tentara terperangkap dalam kobarannya. Mohammad Toha mendapat
penghargaan Bintang Mahaputra Pratama atas jasanya. Aksi heroiknya
memang seharusnya tidak terlepas dari peringatan Bandung Lautan Api.
Seperti halnya lagu Hallo Hallo Bandung yang senantiasa dilantunkan
sebagai lagu mars peserta napak tilas mengenang eksekusi besar-besaran
penduduk keluar Bandung. Tapi bukan pamrih yang diharapkan seorang
pejuang. Dia mengerjakan sebagai suatu kebenaran bagi kebesaran bangsa.
Kriteria kepahlawanan boleh ditentukan Anhar Gonggong yaitu manusia
yang telah melampaui dirinya dan bekerja untuk bangsanya. Tetapi
Mohammad Toha sebagai manusia yang berdedikasi tinggi bagi bangsa dan
Negara, sebagai bagian dari bangsa yang enggan menyerah pada kekuatan
asing maka walau nyawa menjadi taruhannya maka dia tidak akan surut.
Bukan demi selembar penghargaan tapi demi martabat bangsa. **Maria
Hardayanto**
Sumber :
Pahlawan Sunda
Mohammad Toha
Bandung Lautan Api
sumber foto : wikipedia dan komunitas Aleut
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/mariahardayanto/mohammad-toha-pahlawan-bandung-lautan-api_551905eaa33311bc13b65946
“Pahlawan adalah mereka
yang telah melampaui dirinya, mau bekerja untuk kebesaran bangsanya
dan bekerja keras untuk orang lain” (Anhar Gonggong – Sejarawan
Universitas Indonesia) Setiap tanggal 24 Maret masyarakat kota Bandung
memperingati Bandung Lautan api dalam bentuk napak tilas dari satu titik
yang ditentukan panitia, menuju Bandung Selatan dan masuk kembali ke
pusat kota Bandung. Sewaktu kuliah beberapa kali penulis mengikuti even
ini, dan diteruskan oleh anak-anak karena mereka mendapat tugas dari
gurunya. Tetapi kami (penulis dan anak-anak) tidak pernah mampu
menyelesaikan target long march. Gugur dan naik angkutan umum pulang ke
rumah ^_^ Berat memang perjalanan yang harus ditempuh. Terbayang di
tahun 1946 penduduk Bandung harus berjalan keluar Bandung karena kota
Bandung di bumihanguskan. Berjalan dalam gulita dengan bekal seadanya,
ketakutan karena bunyi ledakan serta kebakaran yang menimbulkan suasana
mencekam. Semuanya berawal dari ultimatum tentara sekutu untuk
mengosongkan kota Bandung Selatan sesudah mereka merebut Bandung Utara.
Tujuannya untuk dijadikan markas strategis militer. Keputusan diambil
Kolonel Abdoel Haris Nasoetion selaku Komandan Divisi III Tentara
Republik Indonesia (TRI) melalui musyawarah Madjelis Persatoean
Perdjoeangan Priangan (MP3) untuk mengosongkan kota Bandung pada tanggal
24 Maret 1946, TRI dan pejuang lainnya enggan menyerahkan kota Bandung
secara utuh. Karena itu setelah mengungsikan penduduk, mereka membakar
kota Bandung. Sehingga dimana-mana asap hitam mengepul membumbung tinggi
ke udara mengiringi rombongan besar penduduk Bandung yang mengalir
panjang meninggalkan kota Bandung. Puncaknya adalah pembakaran yang
mengakibatkan ledakan besar di gudang amunisi milik tentara Sekutu yang
dilakukan Mohammad Toha dan Mohammad Ramdan, dua anggota milisi barisan
Rakyat Indonesia (BRI). Tugas yang berhasil dieksekusi dengan baik oleh
Mohammad Toha sekaligus menyebabkan dirinya dan Mohammad Ramdan
meninggal dalam ledakan dan kebakaran gudang tersebut. Ketika api
membumbung tinggi sejak pukul 21.00 Bandung Selatan telah kosong dari
penduduk dan TRI. Bandungpun menjadi lautan api. Suatu strategi jitu
karena kekuatan TRI dan rakyat tidak sebanding dengan pihak Sekutu dan
Nica yang berjumlah besar. Sekian puluh tahun berselang, setiap tahun
penduduk Bandung selalu memperingati peristiwa tersebut. Peristiwa
ketika Bandung menjadi Lautan Api dan menorehkan satu nama yang amat
berjasa karena tindakan heroiknya mampu meledakkan pusat amunisi tentara
Sekutu. Nama itu, Mohammad Toha hingga kini menjadi perdebatan dan
pengajuannya sebagai pahlawan nasional ditolak Badan Pembina pahlawan
Pusat dengan alasan perjuangannya bersifat sumir dan data perjuangannya
kurang jelas. Lahir pada tahun 1927 di jalan Banceuy Suniaraja kota
Bandung, dari suami istri Suganda dan Nariah yang berasal dari
Kedunghalang, Bogor. Mohammad Toha kecil menjadi piatu karena ayahnya
meninggal dunia pada tahun 1929. Ibunya menikah lagi dengan Sugandi,
adik ayahnya (pamannya) untuk kemudian bercerai dan menitipkan Mohammad
Toha pada asuhan kedua kakek neneknya, Jahiri dan Oneng. Mohammad Toha
mulai menginjak bangku di Sekolah Rakyat pada usia 7 tahun dan terpaksa
keluar pada kelas 4. Karir keprajuritan dimulai ketika zaman Jepang
Mohammad Toha memasuki Seinendan. Sehari-hari Toha juga membantu
kakeknya di Biro Sunda, kemudian bekerja di bengkel motor di
Cikudapateuh. Selanjutnya Toha belajar menjadi montir mobil dan bekerja
di bengkel kendaraan militer Jepang sehingga ia mampu berbahasa Jepang.
Sesudah kemerdekaan, Mohamad Toha bergabung dengan Barisan Rakyat
Indonesia (BRI) yang dipimpin oleh Ben Alamsyah, paman Toha. BRI
kemudian bergabung dengan Barisan Pelopor pimpinan Anwar Sutan Pamuncak
dan berubah nama menjadi Barisan Banteng Republik Indonesia (BBRI).
Mohammad Toha duduk sebagai Komandan Seksi 1 Bagian Penggempur di BBRI.
Menurut paman Toha, Ben Alamsyah, beberapa kerabat, serta Komandannya di
BBRI : “Mohammad Toha seorang yang cerdas, patuh pada orang tua,
memiliki disiplin tinggi dan berhubungan baik dengan rekan-rekannya.
Setiap peserta napak tilas Bandung Lautan Api bisa melihat monumen
berupa patung dada Mohammad Toha di daerah Dayeuhkolot dimana terdapat
kolam yang semula merupakan lubang bekas ledakan. Selain itu juga
terdapat monumen menjulang tinggi berbentuk lidah-lidah api dengan
tentara terperangkap dalam kobarannya. Mohammad Toha mendapat
penghargaan Bintang Mahaputra Pratama atas jasanya. Aksi heroiknya
memang seharusnya tidak terlepas dari peringatan Bandung Lautan Api.
Seperti halnya lagu Hallo Hallo Bandung yang senantiasa dilantunkan
sebagai lagu mars peserta napak tilas mengenang eksekusi besar-besaran
penduduk keluar Bandung. Tapi bukan pamrih yang diharapkan seorang
pejuang. Dia mengerjakan sebagai suatu kebenaran bagi kebesaran bangsa.
Kriteria kepahlawanan boleh ditentukan Anhar Gonggong yaitu manusia
yang telah melampaui dirinya dan bekerja untuk bangsanya. Tetapi
Mohammad Toha sebagai manusia yang berdedikasi tinggi bagi bangsa dan
Negara, sebagai bagian dari bangsa yang enggan menyerah pada kekuatan
asing maka walau nyawa menjadi taruhannya maka dia tidak akan surut.
Bukan demi selembar penghargaan tapi demi martabat bangsa. **Maria
Hardayanto**
Sumber :
Pahlawan Sunda
Mohammad Toha
Bandung Lautan Api
sumber foto : wikipedia dan komunitas Aleut
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/mariahardayanto/mohammad-toha-pahlawan-bandung-lautan-api_551905eaa33311bc13b65946Ssss
“Pahlawan adalah mereka
yang telah melampaui dirinya, mau bekerja untuk kebesaran bangsanya
dan bekerja keras untuk orang lain” (Anhar Gonggong – Sejarawan
Universitas Indonesia) Setiap tanggal 24 Maret masyarakat kota Bandung
memperingati Bandung Lautan api dalam bentuk napak tilas dari satu titik
yang ditentukan panitia, menuju Bandung Selatan dan masuk kembali ke
pusat kota Bandung. Sewaktu kuliah beberapa kali penulis mengikuti even
ini, dan diteruskan oleh anak-anak karena mereka mendapat tugas dari
gurunya. Tetapi kami (penulis dan anak-anak) tidak pernah mampu
menyelesaikan target long march. Gugur dan naik angkutan umum pulang ke
rumah ^_^ Berat memang perjalanan yang harus ditempuh. Terbayang di
tahun 1946 penduduk Bandung harus berjalan keluar Bandung karena kota
Bandung di bumihanguskan. Berjalan dalam gulita dengan bekal seadanya,
ketakutan karena bunyi ledakan serta kebakaran yang menimbulkan suasana
mencekam. Semuanya berawal dari ultimatum tentara sekutu untuk
mengosongkan kota Bandung Selatan sesudah mereka merebut Bandung Utara.
Tujuannya untuk dijadikan markas strategis militer. Keputusan diambil
Kolonel Abdoel Haris Nasoetion selaku Komandan Divisi III Tentara
Republik Indonesia (TRI) melalui musyawarah Madjelis Persatoean
Perdjoeangan Priangan (MP3) untuk mengosongkan kota Bandung pada tanggal
24 Maret 1946, TRI dan pejuang lainnya enggan menyerahkan kota Bandung
secara utuh. Karena itu setelah mengungsikan penduduk, mereka membakar
kota Bandung. Sehingga dimana-mana asap hitam mengepul membumbung tinggi
ke udara mengiringi rombongan besar penduduk Bandung yang mengalir
panjang meninggalkan kota Bandung. Puncaknya adalah pembakaran yang
mengakibatkan ledakan besar di gudang amunisi milik tentara Sekutu yang
dilakukan Mohammad Toha dan Mohammad Ramdan, dua anggota milisi barisan
Rakyat Indonesia (BRI). Tugas yang berhasil dieksekusi dengan baik oleh
Mohammad Toha sekaligus menyebabkan dirinya dan Mohammad Ramdan
meninggal dalam ledakan dan kebakaran gudang tersebut. Ketika api
membumbung tinggi sejak pukul 21.00 Bandung Selatan telah kosong dari
penduduk dan TRI. Bandungpun menjadi lautan api. Suatu strategi jitu
karena kekuatan TRI dan rakyat tidak sebanding dengan pihak Sekutu dan
Nica yang berjumlah besar. Sekian puluh tahun berselang, setiap tahun
penduduk Bandung selalu memperingati peristiwa tersebut. Peristiwa
ketika Bandung menjadi Lautan Api dan menorehkan satu nama yang amat
berjasa karena tindakan heroiknya mampu meledakkan pusat amunisi tentara
Sekutu. Nama itu, Mohammad Toha hingga kini menjadi perdebatan dan
pengajuannya sebagai pahlawan nasional ditolak Badan Pembina pahlawan
Pusat dengan alasan perjuangannya bersifat sumir dan data perjuangannya
kurang jelas. Lahir pada tahun 1927 di jalan Banceuy Suniaraja kota
Bandung, dari suami istri Suganda dan Nariah yang berasal dari
Kedunghalang, Bogor. Mohammad Toha kecil menjadi piatu karena ayahnya
meninggal dunia pada tahun 1929. Ibunya menikah lagi dengan Sugandi,
adik ayahnya (pamannya) untuk kemudian bercerai dan menitipkan Mohammad
Toha pada asuhan kedua kakek neneknya, Jahiri dan Oneng. Mohammad Toha
mulai menginjak bangku di Sekolah Rakyat pada usia 7 tahun dan terpaksa
keluar pada kelas 4. Karir keprajuritan dimulai ketika zaman Jepang
Mohammad Toha memasuki Seinendan. Sehari-hari Toha juga membantu
kakeknya di Biro Sunda, kemudian bekerja di bengkel motor di
Cikudapateuh. Selanjutnya Toha belajar menjadi montir mobil dan bekerja
di bengkel kendaraan militer Jepang sehingga ia mampu berbahasa Jepang.
Sesudah kemerdekaan, Mohamad Toha bergabung dengan Barisan Rakyat
Indonesia (BRI) yang dipimpin oleh Ben Alamsyah, paman Toha. BRI
kemudian bergabung dengan Barisan Pelopor pimpinan Anwar Sutan Pamuncak
dan berubah nama menjadi Barisan Banteng Republik Indonesia (BBRI).
Mohammad Toha duduk sebagai Komandan Seksi 1 Bagian Penggempur di BBRI.
Menurut paman Toha, Ben Alamsyah, beberapa kerabat, serta Komandannya di
BBRI : “Mohammad Toha seorang yang cerdas, patuh pada orang tua,
memiliki disiplin tinggi dan berhubungan baik dengan rekan-rekannya.
Setiap peserta napak tilas Bandung Lautan Api bisa melihat monumen
berupa patung dada Mohammad Toha di daerah Dayeuhkolot dimana terdapat
kolam yang semula merupakan lubang bekas ledakan. Selain itu juga
terdapat monumen menjulang tinggi berbentuk lidah-lidah api dengan
tentara terperangkap dalam kobarannya. Mohammad Toha mendapat
penghargaan Bintang Mahaputra Pratama atas jasanya. Aksi heroiknya
memang seharusnya tidak terlepas dari peringatan Bandung Lautan Api.
Seperti halnya lagu Hallo Hallo Bandung yang senantiasa dilantunkan
sebagai lagu mars peserta napak tilas mengenang eksekusi besar-besaran
penduduk keluar Bandung. Tapi bukan pamrih yang diharapkan seorang
pejuang. Dia mengerjakan sebagai suatu kebenaran bagi kebesaran bangsa.
Kriteria kepahlawanan boleh ditentukan Anhar Gonggong yaitu manusia
yang telah melampaui dirinya dan bekerja untuk bangsanya. Tetapi
Mohammad Toha sebagai manusia yang berdedikasi tinggi bagi bangsa dan
Negara, sebagai bagian dari bangsa yang enggan menyerah pada kekuatan
asing maka walau nyawa menjadi taruhannya maka dia tidak akan surut.
Bukan demi selembar penghargaan tapi demi martabat bangsa. **Maria
Hardayanto**
Sumber :
Pahlawan Sunda
Mohammad Toha
Bandung Lautan Api
sumber foto : wikipedia dan komunitas Aleut
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/mariahardayanto/mohammad-toha-pahlawan-bandung-lautan-api_551905eaa33311bc13b65946
“Pahlawan adalah mereka
yang telah melampaui dirinya, mau bekerja untuk kebesaran bangsanya
dan bekerja keras untuk orang lain” (Anhar Gonggong – Sejarawan
Universitas Indonesia) Setiap tanggal 24 Maret masyarakat kota Bandung
memperingati Bandung Lautan api dalam bentuk napak tilas dari satu titik
yang ditentukan panitia, menuju Bandung Selatan dan masuk kembali ke
pusat kota Bandung. Sewaktu kuliah beberapa kali penulis mengikuti even
ini, dan diteruskan oleh anak-anak karena mereka mendapat tugas dari
gurunya. Tetapi kami (penulis dan anak-anak) tidak pernah mampu
menyelesaikan target long march. Gugur dan naik angkutan umum pulang ke
rumah ^_^ Berat memang perjalanan yang harus ditempuh. Terbayang di
tahun 1946 penduduk Bandung harus berjalan keluar Bandung karena kota
Bandung di bumihanguskan. Berjalan dalam gulita dengan bekal seadanya,
ketakutan karena bunyi ledakan serta kebakaran yang menimbulkan suasana
mencekam. Semuanya berawal dari ultimatum tentara sekutu untuk
mengosongkan kota Bandung Selatan sesudah mereka merebut Bandung Utara.
Tujuannya untuk dijadikan markas strategis militer. Keputusan diambil
Kolonel Abdoel Haris Nasoetion selaku Komandan Divisi III Tentara
Republik Indonesia (TRI) melalui musyawarah Madjelis Persatoean
Perdjoeangan Priangan (MP3) untuk mengosongkan kota Bandung pada tanggal
24 Maret 1946, TRI dan pejuang lainnya enggan menyerahkan kota Bandung
secara utuh. Karena itu setelah mengungsikan penduduk, mereka membakar
kota Bandung. Sehingga dimana-mana asap hitam mengepul membumbung tinggi
ke udara mengiringi rombongan besar penduduk Bandung yang mengalir
panjang meninggalkan kota Bandung. Puncaknya adalah pembakaran yang
mengakibatkan ledakan besar di gudang amunisi milik tentara Sekutu yang
dilakukan Mohammad Toha dan Mohammad Ramdan, dua anggota milisi barisan
Rakyat Indonesia (BRI). Tugas yang berhasil dieksekusi dengan baik oleh
Mohammad Toha sekaligus menyebabkan dirinya dan Mohammad Ramdan
meninggal dalam ledakan dan kebakaran gudang tersebut. Ketika api
membumbung tinggi sejak pukul 21.00 Bandung Selatan telah kosong dari
penduduk dan TRI. Bandungpun menjadi lautan api. Suatu strategi jitu
karena kekuatan TRI dan rakyat tidak sebanding dengan pihak Sekutu dan
Nica yang berjumlah besar. Sekian puluh tahun berselang, setiap tahun
penduduk Bandung selalu memperingati peristiwa tersebut. Peristiwa
ketika Bandung menjadi Lautan Api dan menorehkan satu nama yang amat
berjasa karena tindakan heroiknya mampu meledakkan pusat amunisi tentara
Sekutu. Nama itu, Mohammad Toha hingga kini menjadi perdebatan dan
pengajuannya sebagai pahlawan nasional ditolak Badan Pembina pahlawan
Pusat dengan alasan perjuangannya bersifat sumir dan data perjuangannya
kurang jelas. Lahir pada tahun 1927 di jalan Banceuy Suniaraja kota
Bandung, dari suami istri Suganda dan Nariah yang berasal dari
Kedunghalang, Bogor. Mohammad Toha kecil menjadi piatu karena ayahnya
meninggal dunia pada tahun 1929. Ibunya menikah lagi dengan Sugandi,
adik ayahnya (pamannya) untuk kemudian bercerai dan menitipkan Mohammad
Toha pada asuhan kedua kakek neneknya, Jahiri dan Oneng. Mohammad Toha
mulai menginjak bangku di Sekolah Rakyat pada usia 7 tahun dan terpaksa
keluar pada kelas 4. Karir keprajuritan dimulai ketika zaman Jepang
Mohammad Toha memasuki Seinendan. Sehari-hari Toha juga membantu
kakeknya di Biro Sunda, kemudian bekerja di bengkel motor di
Cikudapateuh. Selanjutnya Toha belajar menjadi montir mobil dan bekerja
di bengkel kendaraan militer Jepang sehingga ia mampu berbahasa Jepang.
Sesudah kemerdekaan, Mohamad Toha bergabung dengan Barisan Rakyat
Indonesia (BRI) yang dipimpin oleh Ben Alamsyah, paman Toha. BRI
kemudian bergabung dengan Barisan Pelopor pimpinan Anwar Sutan Pamuncak
dan berubah nama menjadi Barisan Banteng Republik Indonesia (BBRI).
Mohammad Toha duduk sebagai Komandan Seksi 1 Bagian Penggempur di BBRI.
Menurut paman Toha, Ben Alamsyah, beberapa kerabat, serta Komandannya di
BBRI : “Mohammad Toha seorang yang cerdas, patuh pada orang tua,
memiliki disiplin tinggi dan berhubungan baik dengan rekan-rekannya.
Setiap peserta napak tilas Bandung Lautan Api bisa melihat monumen
berupa patung dada Mohammad Toha di daerah Dayeuhkolot dimana terdapat
kolam yang semula merupakan lubang bekas ledakan. Selain itu juga
terdapat monumen menjulang tinggi berbentuk lidah-lidah api dengan
tentara terperangkap dalam kobarannya. Mohammad Toha mendapat
penghargaan Bintang Mahaputra Pratama atas jasanya. Aksi heroiknya
memang seharusnya tidak terlepas dari peringatan Bandung Lautan Api.
Seperti halnya lagu Hallo Hallo Bandung yang senantiasa dilantunkan
sebagai lagu mars peserta napak tilas mengenang eksekusi besar-besaran
penduduk keluar Bandung. Tapi bukan pamrih yang diharapkan seorang
pejuang. Dia mengerjakan sebagai suatu kebenaran bagi kebesaran bangsa.
Kriteria kepahlawanan boleh ditentukan Anhar Gonggong yaitu manusia
yang telah melampaui dirinya dan bekerja untuk bangsanya. Tetapi
Mohammad Toha sebagai manusia yang berdedikasi tinggi bagi bangsa dan
Negara, sebagai bagian dari bangsa yang enggan menyerah pada kekuatan
asing maka walau nyawa menjadi taruhannya maka dia tidak akan surut.
Bukan demi selembar penghargaan tapi demi martabat bangsa. **Maria
Hardayanto**
Sumber :
Pahlawan Sunda
Mohammad Toha
Bandung Lautan Api
sumber foto : wikipedia dan komunitas Aleut
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/mariahardayanto/mohammad-toha-pahlawan-bandung-lautan-api_551905eaa33311bc13b65946